Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Ketika Demokrasi Ditelikung - Majalengka: Despostisme Penguasa & Kebisuan Pers

Ketika Demokrasi Ditelikung - Majalengka: Despostisme Penguasa & Kebisuan Pers

Mengikuti perkembangan wacana pembentukan Provinsi Cirebon yang diusung oleh Presidium Pembentukan Provinsi Cirebon (P3C) adalah langkah cerdas untuk akselerasi pemerataan pembangunan dan untuk tujuan peningkatan strata sosial ekonomi masyarakat di wilayah Cirebon, Indramayu, majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning). P3C telah melakukan kajian administrastif, hukum, dan teknis yang mengacu pada Peraturan Pemerintah atau PP 78 Tahun 2007 yang mengatur tata cara penghapusan dan penggabungan daerah.

Dalam perkembangan dan perjalanan-nya ketika P3C sudah mendapat restu dari Depdagri , hal ini sesuai dengan kajian yang masuk, diakui dan tidak pernah dipersoalkan. Berarti jelas bahwa kajian yang diajukan dari P3C sudah memenuhi sarat serta terpercaya keabsahan sumber maupun isi yang tertuang di dalamnya dan bisa diartikan sudah dan sangat valid. Kajian tersebut terdapat beberapa element penting meliputi hasil Kajian Teknis Administrasi mencakup aspek Ekonomi, Sosial Budaya, Sosial Politik, Jumlah Kependudukan, Hankam Kesmas, Potensi daerah, Zona Wilayah, serta Keuangan Pengendalian Daerah. Juga didukang dengan Kajian Fisik tentang Pengembangan Daerah, Tata Ruang . Kajian Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial untuk perkembangan kedepan-nya ditambah Kajian Potensi Perkembangan Agrobisnis.

Sekedar informasi bahwa hasil kajian tersebut adalah mengadopsi aspisrasi masyarakat Ciayumajakuning dikemas secara ilmiah alias sangat logis dan sebagai tim penyusun dibentuk Divisi Kajian Teknis Administrasi yang terdiri dari para Akademis seperti rektor, dosen juga melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama sesuai dengan keahlian, kapasitas dalam bidangnya masing – masing. Kajian ini berupa kajian administrativ, hukum dan teknis secara konperhensif.

Demokrasi yang Terkoyak

Kebanyakan asumsi publik dengan dibentuknya Provinsi Cirebon adalah kepentingan segelentir elite politik semata dan akan melahirkan raja raja kecil yang menduduki daerah otonom baru sebagai lahan kepentingan pribadi atau golongan semata. Tapi kekhawatiran itu yang sekarang terjadi adalah sangat kontras, terbalik dan sangat memprihatinkan. Dibawah rentang kendali Jawa Barat yang luas, Kabupaten Majalengka yang saat ini dibawah kepemimpinan H. Sutrisno SE.MSi melakukan politik pencitraan dan kebijakan tidak populis (Machiavelli: reputasi murah hati) daiantaranya menyikapi wacana pembentukan Provinsi Cirebon dan kepada para anggota P3C Majalengka dengan sikap arogansi penanaman kewenangan pribadi pada klaim legitimasi, pembenaran dan hak untuk melakukan atas kekuasaan yang sekarang dijabatnya.

Sebagaimana diketahui bahwa Bupati majalengka Sutrisno dengan tegas dan lantang “Menolak” begabung dengan Provinsi Cirebon atas dasar teori yang bersipat pribadi. Menurut Sutrisno, pihaknya sudah berulangkali menegaskan di berbagi media bahwa pembentukan provinsi Cirebon itu tidak akan membawa kemaslahatan bagi semua masyarakat Kabupaten Majalengka, bahkan menurut dia hal ini atas atau berdasarkan kajian dan analisis juga bisa terukur secara kasat mata. Untuk sikap menolak atau mendukung sebenarnya wajar wajar saja oleh siapapun sikap itu dituangkan, namun apabila penolakan itu hanya bersifat retrorika semata dan tanpa didasari hasil kajian yang menyatakan bahwa Provinsi Cirebon tidak layak itu sama saja “mematahkan” kajian yang sudah dibuat oleh P3C. Seharusnya penolakan tersebut tentu saja harus dibuat kajian tandingan. Apalagi dia seorang Bupati yang seharusnya mengedepankan etika demokrasi.

Selain itu untuk menggalang dukungan Sutrisno dengan kekuasaannya yang mirip dengan yang terjadi di era orde baru mengambil tindakan represif intimidatif terjadi secara massif di lingkungan birokrasi Majalengka dan structural impeachment kepada jajaran yang berada dibawahnya serta adanya propaganda politik. Terlebih lagi kepada para PNS dan masyarakat yang ikut bergabung dengan P3C untuk menyuarakan aspirasinya, Bupati tidak segan memberikan intimidasi dan ancaman berupa sangsi jabatan bahkan ada beberapa kasus anggota P3C ketika mau berangkat audensi ke DPRD Kab. Majalengka dipaksa diperlakukan layaknya tahanan rumah dengan dijaga ketat rumah yang bersangkutan oleh para aparat setempat. (Baca: Sinar Pagi Aktual, Demokrasi Di Majalengka Mati Suri) Yang harus digaris bawahi hal ini sangat bertentangan dengan aza demokrasi tentang dasar pengakuan terhadap hakikat manusia yang mempunyai kemampuan sama dalam hubungan sosial diantaranya; Pengakuan pertisipasi rakyat dalam pemerintahan dan Pengakuan hakikat dan martabat manusia dengan tindakan pemerintah yang seharusnya melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.

Bungkamnya Pers Lokal

Terhadap isu yang berkembang diatas sangat kental terasa aroma pembungkaman pemberitaan terhadap media khususnya media lokal. Bahkan sangat disayangkan pemberitaan pemberitaan yang muncul hanyalah ide dan gagasan Bupati saja bahkan pemberitaan pemberitaan yang keluar hanyalah pemberitaan yang menyudutkan dan mengecilkan P3C. Kesan yang timbul adalah stigma miring terhadap P3C yang notabene institusi atau wadah aspirasi yang dibentuk hasil dasar musyawarah se Ciayumajakuning dari berbagai elemen dan unsur masyarakat.

Ironis sekali , dengan perhelatan ulang tahun pers ke 27 yang diperingati kemarin tanggal 9 Februari 2012 menjadi peringatan bagi kita semua betapa pers dapat membawa isu ini kedalam situasi yang baik atau juga buruk. Pandangan masyarakat terhadap P3C ini dapat terbentuk akibat pemberitaan pers, seperti pemberitaan yang tendensius terhadap isu penolakan & hanya berita miring tentang P3C sehingga dapat menggiring opini masyarakat menjadi stigma buruk terhadap P3C. Entah apa yang terjadi dengan media setempat yang seakan hanya berpihak pada penguasa tertentu dan setiap pemberitaan tanpa melakukan check and balance. Semua berharap bahwa dalam perananya pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat sesuai dengan kode etik jurnalistik dengan penafsiran menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi. Berimbang, memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Majalengka Menggugat - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger